Tuesday, April 28, 2015

Hakikat Nilai Pendidikan dalam Novel



Pengertian Nilai Pendidikan dalam Novel
Dalam sebuah karya sastra seperti novel terdapat nilai pendidikan yang dapat dipetik oleh pembaca. Baribin (1985: 79) mengemukakan bahwa dari karya sastra dapat ditemukan buah pikiran atau renungan dari penulis dan sanggup menyadari nilai-nilai yang lebih halus berarti telah dapat mengapresiasi atau menangkap nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut.
Nilai pendidikan yang dibungkus dalam kisah, dialog, atau peristiwa-peristiwa yang terjalin dalam novel tidak hanya dalam bentuk deskripsi langsung tetapi ada juga melalui tahap analisis pembaca. Ada beberapa nilai pendidikan yangterdapat dalam sebuah karya sastra, tetapi sebeblumny akan dikemukakan terlebih dahulu apa sebenarnya nilai pendidikan tersebut.
Lorens (2002: 19) mengemukakan pengertian nilai yang ditinjau dari beberapa segi. (1) Nilai dalam bahasa Inggris value, bahasa latin valere (berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, kuat); (2) ditinjau dari segi harkat, nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan; (3) ditinjau dari segi keistimewaan, nilai adalah apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai suatu kebaikan; (4) ditinjau dari sudut ilmu ekonomi yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar benda-benda material, pertama kali secara umum menggunakan kata “nilai”.

Sama halnya dengan Lorens, Kattsoff (dalam Soejono, 1996: 32) memberikan perincian mengenai pengertian nilai. (1) Mengandung nilai artinya berguna; (2) merupakan nilai, artinya baik atau indah atau benar; (3) mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau mempunyai sifat nilai tertentu; dan (4) memberi nilai artinya menanggapi sesuatu hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.
Berbeda dengan pengertian sebelumnya, pengertian lebih umum disampaikan oleh Semi (1993: 54) yang menyatakan bahwa nilai adalah aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari yang lain. Hal tersebut senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh Daroeso (1989: 20), nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu atau hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang, karena sesuatu hal itu menyenangkan, memuaskan, menguntungkan atau merupakan sesuatu sistem keyakinan.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang memiliki daya guna bagi manusia dan dapat berupa penghargaan atau apresiatif terhadap  hal yang dicermati.

Selanjutnya, pengertian pendidikan menurut Soedomo (2003: 18) adalah bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan yang dilakukan. Sementara itu, Dewantoro (dalam Munib, 2006: 32) lebih menyoroti pada aspek yang harus diubah setelah proses pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.
Pengertian yang lebih umum disampaikan oleh Uhbiyati dan Abu Ahmadi (2001: 70) yang mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan sengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak sehinggal timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus.

Frietz R. Tambunan (dalam Joko Susilo, 2007: 224) menjelaskan bahwa kata pendidikan berasal dari kata latin educare yang secara harfiah berart ‘menarik keluar dari’ sehingga pendidikan adalah sebuah aksi membawa seorang anak/peserta didik keluar dari kondisi tidak merdeka, tidak dewasa, dan bergantung, situasi merdeka, dewasa, dapat menentukan diri sendiri, dan bertanggung jawab.
Berdasarkan beberapa pengertaian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar dan penuh tanggung jawab yang dilakukan untuk memebrikan perubahan terhadap seseorang atau peserta didik.

Mengacu pada uraian tentang pengertian nilai dan pengertian pendidikan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa nilai pendidikan merupakan segala hal yang berguna yang diberikan oleh seseorang secara sadar dan tanggung jawab dalam usaha memberikan perubahan terhadap sikap dan tingkah laku yang lebih baik.
b.    Jenis-Jenis Nilai Pendidikan dalam Novel
Adapun nilai-nilai pendidikan yang secara umum terdapat dalam novel adalah sebagai berikut:

1)    Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama atau keagamaan dalam karya sastra sebagaian menyangkut moral, etika, dan kewajiban. Hal ini menunjukkan adanya sifat edukatif (Nurgiyantoro, 2002: 317). Dasar dari pendidikan agama adalah hakikat makhluk yang beragama. Tujuan pendidikan keagamaan adalah membentuk manusia yang beragama atau pribadi yang religius.
Di samping itu, sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 dan Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Republik Indonesia, pendidikan agama merupakan sehi utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Norma-norma pendidikan kesusilaan maupun pendidikan kemasyarakatan atau sosial sebagain besar bersumber dari agama.
Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga negara terbukti dari adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan pendidikan agama itu diberikan kepada anak-anak sejak pendidikan di taman kanak-kanak sampai pendidikan tinggi.
Nilai pendidikan Agama pada novel bumi cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini diantaranya: (1) Cinta kepada Allah Swt; (2) Berdo’a; (3) Taubat; (4) Tawakal; dan (5) Syukur.

2)    Nilai Pendidikan Individu
Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan dimana individu berada (Nurgiyantoro, 2002: 319).
Nilai pendidikan individu menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata karma yang menjunjung budi pekerti dan nilai susila.
Nilai pendidikan individu pada novel bumi cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini diantaranya: (1) Tanggungjawab; (2) Disiplin; (3) Jujur; (4) Hormat dan santun; (5) Percaya diri; dan (6) Teguh pendirian/konsisten

3)    Nilai Pendidikan Sosial
Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial brupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu.
Nilai pendidikan sosial yang ada dalam karya seni dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, dalam Amalia, 2010). Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya.

Nilai pendidikan sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial.
Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku.
Jadi nilai pendidikan sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai pendidikan sosial juga merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting.
Adapun nilai pendidikan sosial yang terdapat pada novel bumi cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini diantaranya: (1) memakmurkan masjid; (2) mengajar ilmu agama kepada generasi muda; dan (3) peduli terhadap sesame.

Untuk Lebih lengkapnya Download Ebooknya disini

Sunday, April 26, 2015

Pengertian Novel



Novel memiliki banyak pengertian yang saling mengisi satu sama lain menuju satu poros dengan tujuan pemahaman yang sama. Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau definisi novel meski definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.
1)    Novel adalah bentuk sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo dalam Arianto Sam Di, 2008: 1).
2)    Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, moral, dan pendidikan (Nurhadi,  Dawud,  Yuni Pratiwi, dan Abdul Rani dalam Arianto Sam Di, 2008: 1).
3)    Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Rustamaji dan Agus Priantoro dalam Arianto Sam Di, 2008: 1).
4)    Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik (Paulus Tukam dalam Arianto Sam Di, 2008: 1).

Dari sudut pandang seni, Waluyo (2002: 36) menyatakan bahwa novel adalah lambang kesenian yang baru yang berdasarkan fakta dan pengalaman pengarangnya. Susunan yang digambarkan novel adalah suatu yang realistis dan masuk akal. Kehidupan yang dilukiskan bukan hanya kehebatan dan kelebihan tokoh (untuk tokoh yang dikagumi), tetapi juga cacat dan kekurangannya. Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa novel bukan hanya alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan melihat segi-segi kehidupan dan nilai baik-buruk (moral) dalam kehidupan dan mengarahkan kepada pembaca tentang pekerti yang baik dan budi yang luhur (Waluyo, 2002: 37).

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1994: 9-10) menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa Itali novella (dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini pengertian novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novellette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Karya sastra yang disebut novellette adalah karya yang lebih pendek daripada novel tetapi lebih panjang daripada cerpen, katakanlah pertengahan dari keduanya.

Pengertian yang lebih rinci disampaikan oleh Jacob Sumardjo (1999: 2) yang menyatakan bahwa novel dalam kesusastraan merupakan sebuah sistem bentuk. Dalam sistem ini terdapat unsur-unsur pembentuknya dan fungsi dari masing-masing unsur. Unsur-unsur ini membentuk sebuah struktur cerita besar yang diungkapkan lewat materi bahasa tadi.
Sebuah karya sastra (novel) merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan sesuatu (lebih bersifat) secara tidak langsung. Sesuatu yang tidak langsung itulah yang menyebabkan sulitnya pembaca untuk menafsirkan. Untuk itu, diperlukan suatu upaya agar dapat menjelaskannya, yaitu dengan jalan mengadakan penelaahan atau penelitian terhadap karya sastra tersebut (Nurgiyantoro, 1994: 31-32) .

Novel lebih mudah sekaligus lebih sulit dibaca jika dibandingkan dengan cerpen. Dikatakan lebih mudah karena novel tidak dibebani tanggung jawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat dan dikatakan sulit karena novel dituliskan dalam skala besar sehingga mengandung satu kesatuan organisasi yang lebih luas daripada cerpen.
Stanton (2007: 91) menyatakan bahwa fisik novel yang panjang akan mengurangi kepekaan pembaca terhadap bagian-bagian dari alur cerita. Keteledoran ini akan menjadi penghalang ketika pembaca berusaha memahami struktur perluasan tersebut, perlu melangkah mundur waktu demi waktu. Harus sadar bahwa setiap bab dalam novel mengandung berbagai episode. Episode-episode dan topik-topik tersebut dapat dilebarkan dalam satu bab karena suatu alasan tertentu.

Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa pada dasarnya kebanyakan orang mengira bahwa cara termudah untuk memahami dunia novel adalah dengan bertanya kepada pengarangnya (Stanton, 2007: 100). Kenyataannya, pandangan ini malah gagal ketika dipraktikkan. Sebagian besar pengarang akan menolak ketika diminta menjelaskan karya mereka secara mendalam, atau mungkin novel tersebut justru menjelaskan  banyak hal, lebih dari   perkiraan pengarang sendiri.
Berpijak pada pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah cerita fiksi yang mengangkat permasalahan yang kompleks tentang kehidupan dan tersusun atas unsur intrinsik dan ekstinsik yang padu dan saling terikat dalam mengungkapkan setiap jalinan peristiwa yang diceritakan.

Friday, April 24, 2015

Pengertian Sastra


Secara etimologis, kata sastra berasal dari bahasa Sanskerta; akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti ‘mengarahkan, mengajar, member petunjuk atau instruksi’. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau pengajaran’ (Teeuw, 1984: 23). Definisi tentang sastra yang dikemukakan oleh Teeuw masih bersifat umum karena menganggap sastra sebagai sebuah buku petunjuk atau alat yang digunakan dalam sebuah pengajaran.

Pengertian yang lebih khusus disampaikan oleh Atar Semi. Menurutnya, sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1993; 8). Terkait dengan bahasa sebagai sebuah medium sastra diperkuat kembali oleh Nyoman Kutha Ratna. Medium utama karya sastra adalah bahasa. Bahasalah yang mengikat keseluruhan aspek kehidupan, disajikan melalui cara-cara yang khas dan unik, berbeda dengan bentuk-bentuk penyajian yang dilakukan dalam narasi nonsastra (Ratna, 2005: 16). Lebih lanjut dikemukakan bahwa bentuk penyajian tersebut dilakukan agar peristiwa yang sesungguhnya dapat dipahami secara lebih bermakna, lebih intens, dan dengan sendirinya lebih luas dan mendalam.

Rene Wallek memberikan definisi sastra yang lebih rinci dengan mengemukakan tiga definisi. Pertama, seni sastra ialah segala sesuatu yang dicetak; kedua, seni sastra terbatas pada buku-buku yang terkenal dari sudut isi dan bentuk; dan ketiga seni sastra bersifat imajinatif (dalam Pradopo, 2003: 35). Berbeda dengan pendapat Rene Wallek, Badudu (1984: 5) mengemukakan bahwa sastra adalah ciptaan manusia dalam bentuk bahasa lisan ataupun tulis yang dapat menimbulkan rasa bagus.
Budi Darma (dalam Winarni, 2009: 7) menyatakan sastra adalah hasil kreatifitas pengarang yang bersumber dari kehidupan manusia secara langsung atau melalui rekaannya dengan bahasa sebagai medianya.

Gazali lebih menyoroti sastra pada penggunaan bahasa yang indah. Menurut beliau, sastra adalah tulisan atau bahasa yang indah, yakni hasil ciptaan bahasa yang indah dan perwujudan getaran jiwa dalam bentuk tulisan (dalam Pradopo, 2002: 32). Terkait penggunaan bahasa yang indah, Slamet Muljana (dalam Wiyatmi, 2009: 19) menyatakan sastra sebagai “seni kata”, yaitu penjelmaan ilham dengan kata yang tepat. Tetapi sastra bukanlah hanya berupa rangkaian kata dan kalimat, melainkan sudah berubah menjadi wacana, menjadi teks (Ratna, 2005: 15).
Pandangan lain disampaikan oleh Sumardjo yang menitikberatkan pada isi sastra tersebut. Sumardjo (1992: 3) memberikan batasan sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Selain itu, sastra dianggap sebagai karya yang berpusat pada moral manusia, yang di satu sisi terkait dengan sejarah dan pada sisi lain pada filsafat (Tutoli, 2000: 3).

Definisi lain tentang sastra bisa dicermati pada ciri-ciri sastra yang disampaikan oleh Luxemburg (1984: 4-5) yang menyebutkan ciri sastra yaitu: (1) sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi. (2) Sastra bersifat otonom, tidak mengacu pada sesuatu yang lain; sastra tidak bersifat komunikatif. (3) Karya sastra yang otonom itu mempunyai koherensi antara bentuk dan isi, saling berhubungan antara bagian dengan keseluruhan secara erat sehingga saling menerangkan. (4) Sastra menghidangkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan. (5) Sastra mengungkapkan hal-hal yang tak terungkapkan.
Wujud nyata sebuah sastra adalah berupa karya sastra yang dihasilkan oleh para sastrawan. Karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya (Sumardjo, 1991: 5). Lebih rinci, Pradopo (2003: 59) mengemukakan bahwa karya sastra adalah karya seni, yaitu suatu karya yang menghendaki kreativitas dan bersifat imajinatif. Dikatakan imajinatif bahwa karya sastra itu terjadi akibat pengananan dan hasil penganan itu adalah penenmuan-penenmuan baru, kemudian penemuan baru itu disusun kedalam suatu sistem dengan kekuatan imajinasi hingga terciptalah dunia baru yang sebelumnya belum ada.

Bentuk dan isi karya sastra sebenarnya memang lebih banyak diambil dari fenomena sosial dibandingkan dengan seni yang lain, kecuali film. Karenanya, karya sastra sering kali tampak terikat dengan momen khusus dalam sejarah masyarakat.
Karya sastra yang baik, mampu memberikan efikasi bagi penikmatnya, memberikan obat yang mujarab bagi pembaca, mengubah tindakan masyarakat, dan memengaruhi sikap hidup pembacanya (Endraswara, 2011: 22). Dalam buku yang sama, Endraswara mengutip pendapat Watt yang mengemukakan fungsi karya sastra adalah sebagai: (1) pleasing, yaitu kenikmatan hiburan. Karya sastra dipandang sebagai pengatur irama hidup, hingga menyeimbangkan rasa. (2) intructing, artinya memberikan ajaran tertentu, yang menggugah semangat hidup. Karya sastra diharapkan mencerminkan aspek didaktik.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan hasil cipta manusia yang berupa ungkapan pengalaman, pemikiran, perasaan, yang dituangkan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Tuesday, April 21, 2015

Solusi Pencegahan dan Mengurangi Pencabulan Anak

Kemajuan teknologi yang terjadi pada saat ini telah membawa dampak perubahan bagi masyarakat, baik itu dampak yang positif maupun dampak negatif. Kemajuan teknologi menyebabkan komunikasi antara negara menjadi semakin mudah dan lancar, sehingga kebudayaan luar negeri lebih terasa pengaruhnya. Dampak yang paling terasa adalah pada tata budaya, moral, dan tata sosial masyarakat pada umumnya dan pada generasi muda khususnya. Akhir – akhir ini banyak terjadi kasus tentang pencabulan terhadap anak, di mana pelakunya adalah Orang Tua Korban, Pacar Korban, Teman – Teman Korban dan Orang – orang yang di sekelilingnya.

   Solusi Pencegahan dan Mengurangi Pencabulan Anak
Untuk mencegah dan mengurangi pencabulan anak di lakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1.      Setiap anggota masyarakat di ingatkan akan bahaya tentang pencabulan, baik anak– anak, orang tua dan laln-lain.
2.      Anak– anak diajari ilmu agama, di mana agama melarang tentang pencabulan dan diajari tetang hokum pidana pada pelaku pencabulan.
3.      Anak–anak di control pergaulanya, pergaulan antara teman – temanya.
4.      Anak dilarang melihat video adegan–adegan seks dan dilarang melakukan perbuatan pencabulan.
5.      Di adakan sosialisasi yang membahas tentang ancaman hukuman bagi pelaku pencabulan anak.
Pasal – pasal yang menjerat pelaku pencabulan, ini yang harus di sosialisasikan kepada semua anggota masyarakat baik itu anak – anak, agar mereka takut dan sadar tidak melakukan tindak kejahatan pencabulan, berikut pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan.
Pasal 289 kuhp
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 290 kuhp
                        Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
•   Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
•   Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin
•   Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain
                        Pasal 291 kuhp
• Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun
• Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 293 kuhp
• Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyelahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaaan, atau dengan menyesatkan sengaja menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
•     Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.
•    Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan dan 12 bulan.

Pasal 294 kuhp
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak daibawah pengawasannya yang belum cukup umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang pemeliharaannya,  pendidikannya atau penjagaannya diserahkan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
• Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan ornag yang penjagaanya dipercayakan atau diserahkan kepadanya:
•   Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pemudikan, rumah piatu, rumah sakit ingatan atau lembaga sosial yan melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

Pasal 295 kuhp
Diancam:
• Dengan penjara paling lama 5 tahun, barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak tirinya, anak angkatnya atau anak yang dibwah pengawasannya yang belum cukup umur atau oleh orang yang belum cukup umur pemeliharaannya, pendidikan atau penjaaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain.
•  Dengan pidana penjara paling lama em[at tahun, barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 diatas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum cukup umurnya atau yang sepatutnya harus diduga demikian, dengan orang lain.
• Jika yang bersalah, melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.
UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pada UU Perlindungan Anak yang mengatur mengenai pencabulan terdapat pada pasal 82 dan 88.

Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah dan paling sedikit 60 juta rupiah.
                    
 Pasal 88
Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipindana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah.


BAB 3
KESIMPU LAN

Kesimpulan
Pencabulan Anak yang terjadi sekarang ini akibat adanya kemajuan teknologi yang membawa dampak neagtif dan juga  akibat kurangnya ilmu – ilmu agama pada setiap masyarakat sehingga mudah melakukan perbuatan – perbuatan yang melanggar hokum agama islam seperti perbuatan pencabulan.

Saran 
            Penulis menyadari banyak kesalahan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun  juga memperbaiki kekurangan maupun kesalahan dalam makalah ini

Pengertian Sifat Hakikat Manusia



Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Kesamaan secara biologis ini misalnya adanya kesamaan bentuk (misalnya kera), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan dan menyusui anak, pemakan segalanya, dan adanya persamaan metabolisme dengan manusia. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu zoon politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai das kranke tieri (hewan yang sakit) (Drijakara, 1962:138).

Kenyataan dalam pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa manusia dan hewan hanya berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperatur lalu menjadi es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan, orang hutan, misalnya, dapat dijadikan manusia. Upaya manusia untuk mendapatkan keterangan bahwa hewan tidak identik dengan manusia telah ditemukan. Charles Darwin dengan teori evolusinya telah berjuang untuk menemukan bahwa manusia berasal dari kera, tetapi temuannya ini ternyata gagal. Ada misteri yang dianggap menjembatani proses perubahan dari kera ke manusia yang tidak sanggup diungkapkan yang disebut the missing link, yaitu suatu mata rantai yang putus. Ada suatu proses antara yang tak dapat dijelaskan. Jelasnya tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primata atau kera melalui proses evolusi yang bersifat gradual.

2. Wujud Sifat Hakikat Manusia
Ada beberapa wujud sifat hakikat manusia yang yang tidak dimiliki oleh hewan. Wujud sifat hakikat manusia ini dikemukakan oleh paham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan, yaitu:

1. Kemampuan Menyadari Diri
Kaum Rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan itu, manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain (ia, mereka) dan dengan yang bukan aku (lingkungan fisik) di sekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan. Lebih dari itu manusia dapat membuat jarak dengan lingkungannya, baik yang berupa pribadi maupun nonpribadi. Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda.    Kedua arah yang terdapat dalam bagan di atas di dalam pendidikan perlu untuk dikembangkan secara berimbang. Pengembangan arah keluar merupakan pembinaan aspek sosialitas, sedangkan pengembangan arah ke dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.

Yang lebih istimewa adalah manusia dikaruniai kemampuan untuk membuat jarak dengan dirinya sendiri. Sungguh merupakan suatu anugerah yang luar biasa yang menempatkan posisi manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi untuk menyempurnakan diri. Si aku seolah-olah keluar dari dirinya dengan berperan sebagai subjek kemudian memandang dirinya sendiri sebagai objek untuk melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Pada saat demikian, seorang aku dapat berperan ganda yaitu sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek. Hal inilah yang disebut dengan pendidikan diri sendiri atau oleh Langeveld disebut self forming.

2. Kemampuan Bereksistensi Diri
Selain memiliki kemampuan menyadari diri, manusia juga memiliki kemampuan bereksistensi. Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja yang berkaitan dengan ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan kata lain, manusia tidak terbelenggu dengan tempat atau ruang ini (di sini) dan waktu ini (sekarang), tetapi dapat menembus ke sana, ke masa depan, atau ke masa lampau. Adanya kemampuan bereksistensi yang dimiliki oleh manusia tentu saja terdapat unsur kebebasan pada manusia. Jadi, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti hewan di dalam kandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun, melainkan “meng-ada” di muka bumi (Drijarkara, 1962:61-63). Jika seandainya pada diri manusia itu tidak terdapat kebebasan atau kemampuan bereksistensi, manusia tidak lebih dari hanya sekedar esensi belaka, artinya ada hanya sekedar “ber-ada” dan tidak pernah “meng-ada” atau “bereksistensi”. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik perlu diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi suatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu, serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak kanak-kanak.

3. Pemilikan Kata Hati
Kata hati (conscience of man) juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati, dsb. Conscience bermakna pengertian yang ikut serta atau pengertian yang mengikut perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya bagi manusia sebagai manusia. Pelita hati atau hati nurani menunjukkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang memberikan penerangan tentang baik buruk perbuatannya sebagai manusia. Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang baik dan benar, buruk dan salah, ataupun kemampuan dalam mengambil keputusan tersebut hanya dari sudut pandang tertentu (misalnya sudut kepentingan diri) dikatakan bahwa kata hatinya tidak cukup tajam. Jadi, kriteria baik-benar, buruk-salah harus dikaitkan dengan baik-benar atau buruk-salah bagi manusia sebagai manusia. Dapat disimpulkan bahwa kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik-benar dan yang buruk-salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan petunjuk bagi moral/perbuatan. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang tajam disebut pendidikan kata hati (gewetan forming). Realisasinya dapat ditempuh dengan elatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar  orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata hati yang tajam.

4. Moral
Moral merupakan suatu perbuatan yang menyertai kata hati. Dengan kata lain, moral adalah perbuatan itu sendiri. Kadangkala antara moral dan hati masih terdapat jarak. Artinya, seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum tentu perbuatannya itu merupakan realisasi dari kata hatinya sendiri. Berarti dalam hal ini diperlukan kemauan untuk menjembatani jarak di antara keduanya. Yang dimaksud dengan kemauan adalah kemauan yang sesuai dengan kodrat manusia. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam adalah moral yang benar-benar baik bagi manusia. Sebaliknya, moral yang yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam disebut dengan moral yang buruk sehingga orang yang melakukan moral yang buruk ini disebut orang yang tak bermoral. Moral disebut juga dengan etika. Selain etika, juga terdapat kata yang pengertiannya sering disamakan oleh orang, yaitu etiket. Sebenarnya, antara etika dan etiket tidakla sama. etika tidak hanya berkaitan dengan perbuatan yang baik/benar, tetapi juga salah/buruk, sedangkan etiket hanya berhubungan dengan soal sopan santun. Dengan demikian, berdasarkan perbedaan pengertian antara etika dan etiket, dapat dikatakan  bahwa orang yang etiketnya tinggi (bersopan santun) bisa jadi moralnya rendah. Berkaitan dengan moral ini, dalam suatu pembelajaran, peserta didik perlu diajarkan moral-moral-moral yang baik. Jika ini tidak dilakukan, dunia pendidikan kita akan menghasilkan kaum intelektual yang tak bermoral.

5. Kemampuan Bertanggung Jawab
Tanggung jawab berarti keberanian untuk menentukan bahwa suatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia dan bahwa hanya karena itu perbuatan itu dilakukan sehingga sanksi apa pun yang dituntut oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Dari uraian ini menjadi jelas betapa pentingnya pendidikan moral bagi peserta didik baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.

6. Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini sebenarnya ada dua hal yang saling bertentangan yaitu rasa “bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia”. Meskipun antara rasa “bebas” dan “sesuai dengan tuntutan kodrat manusia” ini bertentangan, tetapi sebenarnya saling berkaitan. Memang merdeka adalah rasa bebas, tetapi kebebasan tersebut tentu saja tidak bertentangan dengan kodrat manusia. Orang tidak dapat berbuat bebas tanpa memperhatikan petunjuk dari kata hati. Jika hal ini tetap dilakukan, kebebasannya itu disebut dengan kebebasan semu. Kebebasan semu segera diburu oleh ikatan-ikatan yang berupa sanksi-sanksi yang justru mengundang kegelisahan. Itulah sebabnya seorang pembunuh yang habis membunuh berusaha mati-matian untuk menyembunyikan diri (rasa tidak merdeka). Di sini terlihat  bahwa kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.

 7. Kebiasaan Melaksanakan Kewajiban Dan Menyadari Hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu, tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut. Selanjutnya kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Pada dasarnya, hak itu adalah sesuatu yang kosong. Artinya, meskipun hak tentang sesuatu itu ada, belum tentu seseorang mengetahui (misalnya hak memperoleh perlindungan hukum). Walaupun sudah diketahui, belum tentu orang mau mempergunakannya. Hak sering diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban dipandang sebagai beban. Sebenarnya kewajiban bukan beban, melainkan suatu keniscayaan (Drijarkara, 1978:24-27). Artinya, selama seseorang menyebut dirinya manusia, kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya. Jika menolak, itu artinya ia mengingkari kemanusiaannya. Akan tetapi, apabila kewajiban itu dilaksanakan, hal tersebut tentu saja merupakan suatu keluhuran. Adanya keluhuran dari melaksanakan kewajiban itu menjadi lebih jelas lagi apabila dipertentangkan dengan situasi yang sebaliknya, yaitu mengingkari janji, melalaikan tugas, mengambil hak orang lain, dsb. Implementasi dari perbuatan ini adalah orang akan merasa dikhianati, kecewa, dan akhirnya tumbuh sikap tidak percaya. Kewajiban bukanlah suatu ikatan, melainkan suatu keniscayaan. Sebagai suatu keniscayaan berarti apa yang diwajibkan menusia menjadi tidak merdeka. Mau atau tidak harus menerima. Namun, terhadap keniscayaan itu sendiri manusia bisa taat dan bisa juga melanggar. Ia boleh memilih dengan konsekuensi jika taat, akan meningkat martabatnya sebagai manusia, dan jika melanggar akan merosot martabatnya sebagai manusia. Berarti realisasi hak dan kewajiban ini sifatnya relatif, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa keadilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban. Karena pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban dibatasi oleh situasi dan kondisi, hak asasi manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi, atau harapan yang berfungsi untuk memberi arah pada segenap usaha untuk menciptakan keadilan.

8. Kemampuan Menghayati Kebahagian
Hampir semua orang merasakan kebahagiaan. Pengertian kebahagiaan sebenarnya tak mudah dijabarkan meskipun mudah dirasakan. Terdapat beberapa kata yang bersinonim dengan kebahagiaan, misalnya senang dan gembira. sebagian orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang sedang mengalami rasa senang atau gembira dikatakan sedang mengalami kebahagiaan. Sebagian lagi mengaanggap bahwa rasa senang hanya merupakan aspek dari kebahagiaan sebab sifatnya lebih permanen daripada perasaan senang yang sifatnya lebih temporer. Dengan kata lain, kebahagian lebih merupakan integrasi atau rentetang dari sejumlah kesenangan. Malah ada yang lebih jauh lagi berpendapat tidak cukup digambarkan sebagai himpunan dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan saja, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan.

Proses integrasi dari semuanya itu menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut “bahagia”. Peliknya persoalan mungkin juga karena kebahagian itu lebih dapat dirasakan daripada dipikirkan. Pada saat orang menghayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan daripada aspek nalar. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kebahagiaan itu sifatnya rasional padahal kebahgiaan yang tampaknya didominasi oleh perasaan itu ternyata tidak demikian karena aspek kepribadian yang lain seperti akal pikiran juga ikut berperan. Bukankan seseorang hanya mungkin menghayati kebahagiaan jika ia mengerti tentang sesuatu yang menjadi objek rasa bahagianya itu. juga orang yang sedang terganggu pikiran atau tidak beres kesadarannya tidak akan sanggup menghayati kebahagiaan. Di sini jelas bahwa penghayatan terhadap kebahagiaan itu juga didukung oleh aspek nalar dan aspek rasa. Berarti dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya sendiri secara faktual, pada rangkaian prosesnya, ataupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu usaha, norma-norma, dan takdir. Menurut hemat penulis, konsep kebahagiaan seperti yang disebutkan ini tampaknya dapat diterima.

Kebahagiaan pada dasarnya akan dapat dirasakan seseorang jika orang tersebut dapat mengahayati suatu objek yang membuat dia bahagia. Objek ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada suatu hal baik yang dialami oleh seseorang, tetapi juga pada suatu hal yang tidak baik. Sebagai contoh, sebuah keluarga yang yang kemampuan ekonominya pas-pasan akan dapat merasakan kebahagiaan jika ia menghayati kemiskinan yang dialaminya. Tidak sedikit orang yang hidupnya miskin merasa tidak bahagia karena mereka tidak menghayati kebahagiaan itu. Barangkali konsep “menghayati” ini sama dengan “bersyukur” jika dikaitkan dengan agama. Selanjutnya apakah seseorang yang terlihat senang dapat dikategorikan sebagai orang yang bahagia. Tampaknya pendapata ini tak dapat dibenarkan seratus persen. Adakalanya orang yang terlihat senang sebenarnya tidak bahagia. Kesenangan yang terlihat padanya hanya merupakan manipulasi terhadap orang lain. Ia barangkali tidak ingin orang lain tahu bahwa dirinya menderita. Dengan demikian, untuk menutup penderitaannya itu, ia memperlihatkan kepada orang lain bahwa dirinya senang.  Di atas telah disebutkan bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya sendiri secara faktual, pada rangkaian prosesnya, ataupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu usaha, norma-norma, dan takdir. Apakah yang dimaksud dengan usaha, norma, dan takdir? Perhatikan bagan berikut ini.

Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi masalah hidup. Hidup dengan menghadapi itulah realitas hidup.  Oleh karena itu masalah hidup harus dihadapi. Selanjutnya, usaha untuk mengatasi masalah hidup itu harus bertumpu pada norma-norma yang berlaku dalam agama dan masyarakat. Artinya, jika masalah hidup itu diatasi tanpa memperhatikan norma-norma, orang tersebut tentu tidak akan mengalami hidup yang merdeka. Dengan demikian, jika orang tersebut tidak mengalami hidup yang merdeka, tentu dapat dikatakan bahwa ia tidak bahagia. Setelah manusia mengatasi masalah dengan norma-norma yang berlaku, hal terakhir yang dapat dilakukannya adalah menerima takdir. Takdir merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dalam proses terjadinya kebahagiaan. Ia erat berkaitan dengan rangkaian usaha. Berarti seseorang baru dapat dikatakan sudah takdirnya jika ia telah melalui dua rangkaian yang disebutkan tadi, yaitu usaha dan norma. Salah jika ada orang yang menempatkan takdir lebih dahulu daripada usaha. Memang sakit adalah takdir, tapi jika orang tidak berusaha untuk mengatasi sakit tersebut, tentu kemungkinan besar sakitnya tidak akan sembuh.

Berkaitan dengan wujud sifat hakikat manusia ini, sebenarnya menurut penulis masih ada wujud sifat hakikat manusia yang lain yang tak dapat diabaikan, yaitu kemampuan berbahasa. Hal ini pula yang membedakan antara manusia dan hewan (Hidayat, 2006: 24). Artinya adalah bahwa manusia adalah makhluk yang berbahasa, sedangkan hewan tidak. Akan tetapi, pernyataan ini janganlah disamakan dengan ungkapan yang sering muncul dalam masyarakat, yaitu bahasa binatang. Sebenarnya yang dimaksud dengan manusia berbahasa, sedangkan hewan tidak adalah bahwa hewan tidak memiliki karakteristik kebahasaan seperti yang dimiliki oleh manusia. Karakteristik kebahasaan yang dimaksud, seperti unik, arbitrer, sistematis dan sistemis, simbol, menggunakan kriteria pragmatik, berkaitan dengan bunyi-bunyi segmental, mengandung kriteria semantis atau fungsi semantik tertentu, terbatas dan relatif tetap.
3. Dimensi-dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya
3.1 Dimensi Keindividualan
Dikatakan oleh Lyson bahwa individu adalah orang seorang, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan juga sebagai sebagai pribadi (Lysen, Individu dan Masyarakat: 4). Setiap anak manusia yang dilahirkan ke dunia ini sebenarnya telah memiliki potensi. Potensi yang dimaksud menurut penulis seperti yang dikemukakan oleh Gardner. Ia menyatakan bahwa manusia memiliki tujuh kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestik tubuh, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intra personal (Campbel, dkk., 2006: 2-3).

Kecerdasan-kecerdasan ini yang selanjutnya kita sebut sebagai potensi tentu saja tidak sama dimiliki oleh setiap individu. Ada individu yang memiliki kelebihan dalam hal kebahasaan, tetapi kurang pintar dalam hal musik, ada individu yang lebih pintar matematika, tetapi tidak pintar tentang kebahasaan. Oleh karena itu, setiap individu tidak boleh diperlakukan sama. Mereka ingin terlihat berbeda dengan yang lain atau menjadi seperti dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi ini.
Penulis sangat setuju dengan dimensi keindividualan seperti yang telah diungkapkan di  atas. Memang benar bahwa tidak ada manusia yang identik dengan manusia lain  di atas permukaan bumi ini. Bahkan, anak yang terlahir kembar pun pada hakikatnya tidak memiliki karakter yang persis sama. Dengan kata lain, masing-masing ingin mempertahankan kekhasannya sendiri. Kekhasan yang dimaksud ini seperti kekhasan dalam cita-cita, cara belajar, cara menghadapi dan menyelesaikan masalah, cara berinteraksi dengan orang lain. Karena adanya kekhasan yang dimiliki oleh setiap manusia ini, dalam proses pembelajaran kekhasan ini tentu harus diperhatikan oleh peserta didik. Tenaga pendidik tidak dapat boleh memaksakan kehendaknya kepada kepada subjek didik.

Menurut penulis, memang usaha untuk memperhatikan peserta didik berdasarkan kekhasan yang dimilikinya merupakan usaha yang baik. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara mengimplementasikan hal ini dalam pembelajaran? Sebagai contoh, apa yang harus dilakukan terhadap anak didik yang tidak suka pelajaran bahasa Indonesia saat materi bahasa Indonesia diajarkan oleh tenaga pendidik? Apakah anak didik tersebut diminta oleh gurunya untuk keluar atau diam saja? Pertanyaan seperti ini tampaknya sering dihadapi oleh peserta didik. Contoh lain disebutkan, misalnya, anak didik memiliki berbagai gaya belajar. Ada anak didik yang mudah belajar kalau hanya dengan berdiskusi bersama-teman-teman-teman sekelas, ada anak didik yang mudah belajar hanya dengan mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya, ada anak didik yang mudah belajar dengan cara langsung mempraktikkan, ada pula anak didik yang mudah belajar hanya dengan membaca buku. Bagaimanakah gaya belajar yang bervariasi ini dapat diatasi oleh pendidik dalam suatu proses pembelajaran? Hal seperti ini tampaknya perlu untuk dikaji secara spesifik. 3.2 Dimensi

Kesosialan
Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi sosialitas. Artinya, mereka dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul ini, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Betapa kuatnya dorongan tersebut sehingga penjara merupakan hukuman yang paling berat dirasakan oleh setiap manusia karena dengan diasingkan di dalam penjara berarti diputuskannya dorongan bergaul itu secara mutlak.

3.3 Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat, orang tidak cukup hany dengan berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu terkandung kejahatan terselubung. Oleh karena itu, pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan sering digunakan istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang berbuat jahat berarti melanggar hak orang lain dan dikatakan tidak beretika dan tidak bermoral, sedangkan tidak sopan diartikan sebagai tidak beretiket. Jika etika dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran etiket hanya mengakibatkan ketidaksenangan orang lain.
Susila sebenarnya mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai yang dimaksud dapat berupa nilai otonom, nilai heteronom, nilai keagamaan.
Dalam kenyataan hidup, ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai, yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Dalam pelaksanaannya, keduanya harus dulaksanakan secara sinkron.

3.4 Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan manusia. Pemerintah dengan berlandaskan pada GBHN memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
4. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
a. Pengembangan yang utuh
Pengembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. b. Pengembangan yang Tidak Utuh             Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani.
D. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya
Pengertian sosok manusia Indonesia seutuhnya ini adalah perpaduan antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, psikomotor (Tirta Raharja dan Sulo, 2006:25). Pengertian tentang sosok manusia Indonesia seutuhnya ini tampaknya sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003:7).

Kesimpulan
Manusia sangat jelas berbeda dengan hewan. Hal ini dapat dilihat melalui wujud sifat hakikat manusia, yaitu kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, kepemilikan kata hati, moral, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak, kemampuan menghayati kebahagiaan, kemampuan berbahasa. Ditilik dari segi lain, manusia ternyata memiliki dimensi-dimensi yang meliputi dimensi individual, sosial, susila, dan agama. Dalam suatu proses pembelajaran, baik wujud sifat hakikat manusia maupun dimensi-dimensi manusia yang telah dimiliki oleh setiap peserta didik perlu dikembangkan. Tujuannya tentu saja agar mereka lebih tahu eksistensi mereka di atas permukaan bumi ini dan agar mereka lebih tahu bahwa mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang pada hakikatnya berbeda dengan makhluk yang lain sehingga akan terlahir manusia Indonesia seutuhnya seperti yang diinginkan masyarakat, bangsa, dan agama.
Daftar Bacaan Campbel, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Depok: Intuisi Press. Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: Rosdakarya. Tirtaraharja, Umar dan L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003.

Monday, April 20, 2015

Pesan untuk anak-anak, terutama anak laki-laki.



Apa bila Ibu Ayah kita meninggal, turunlah dalam liang kubur dan sambutlah mayat beliau, buka papan penutup keranda (tempat usungan mayat), angkat mayat Ibu Ayah kita.

Biarkan kita yang memutarkan mayat Ibu Ayah kita menghadap ke kiblat. Kita yang melakukan!!! Bukan hanya menyaksikan saja orang lain yang melakukan.

Allahu Robbi... "Ibu.. Terakhir kali ini aku melihat Ibu". Biarkan kita yang merelai ikatan di kepala dan di tubuh beliau.. Pegang perlahan-lahan badan Ibu kita, arahkan beliau dengan baik-baik, ambil gumpalan tanah dan letakanlah di belakang tengkok Ibu kita.

"Ibu, terakhir kali inilah aku melihat engkau". Terlintas dalam hati kita sambil memegang Ibu kita... Ingat sejak kita bayi, tangan Ibu kita ini yang mensuapi makanan ke mulut kita.
Ingat hari pertama kita bisa berjalan, muntah, berak, beliau lah orang yang tidak pernah sedikit pun untuk menolak.

Sebagaimana pun jahatnya anak terhadap beliau, kita tetap anak beliau dan selalu terima sebagai anak beliau.

Naiklah ke atas dan duduklah di tepi makam beliau serta dengarkanlah "Talqin" yang di sampaikan teruntuk Ibu kita.

Hari terakhir ini lihatlah, tidak ada benda apapun yang bisa kita berikan untuk bekal beliau kecuali hanya Doa:

"Ya Allah.. Aku angkat tanganku Ya Allah.. Aku ridho Kau ambil Ibu ku Ya Allah..
Dia yang melahirkan aku.. Ya Allah hari ini aku tinggal dia Ya Allah, aku serahkan dia atas urusan Mu belaka Ya Allah.
Aku tadahkan tanganku Ya Allah.. Aku memohon dengan sangat-sangat Kau ampunkan dosa-dosa Ibu ku, tolong Ya Allah.. Kasihani Ibu ku Ya Allah.. Aku adalah hasil didikan dari dia. Ya Allah sayangi dia Ya Allah.

Maka akan beruntunglah Ibu kita, apakah Allah akan menolak doa itu?
Allah tak akan menolak doa ikhlas yang datang dari seorang anak.

Pesan ini bagi sahabat-sahat yang selagi Ibu Ayah masih hidup. Dan Bagi sahabat-sahabat yang Ibu Ayah telah tiada, mari kita bersama-sama sedekahkan Al-Fatihah buat mereka.

Terima Kasih.

Sumber: https://www.facebook.com/renungandakwah?fref=photo

Tuesday, April 14, 2015

PENYAJIAN KARYA MUSIK



A. Pengertian Pertunjukkan Musik
Pertunjukan musik merupakan suatu penyajian fenomena bunyi yang disajikan dalam bentuk musik yang berkualitas untuk dapat didengar dan dinikmati oleh manusia. Karena musik memiliki jiwa, hati, pikiran, dan kerangka sebagai penyangga tubuh layaknya seorang manusia, pertunjukan musik sebagai salah satu budaya dari manusia yang lahir dari perasaan dan hasil ungkapan yang berbentuk ucapan. Musik dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan sehingga seseorang akan hanyut oleh alunan suara musik. Penyajian pertunjukan musik dalam waktu yang tepat dapat menimbulkan daya tarik terhadap musik sehingga dapat menimbulkan kepuasan batin yang luar biasa, perasaan senang, dan gembira.

B. Bentuk-Bentuk Penyajian Musik
Dalam musik terdapat beberapa bentuk penyajian yang berkaitan erat dengan tujuan serta jenis musik yang disajikan. Secara garis besar, bentuk-bentuk penyajian musik tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok seperti berikut ini :

1. Penyajian musik tunggal
Penyajian musik tunggal, yakni bentuk penyajian musik yang menampilkan seorang sirkus dalam memainkan alat musik tertentu. Misal penampilan piano tunggal, penampilan gitar tunggal, penampilan organ tunggal, penampilan biola tunggal, dan sebagainya.
2. Penyajian kelompok musik terbatas
Yang dimaksud penyajian musik terbatas adalah penyajian kelompok musik seriosa dalam bentuk duet alat musik, bentuk-bentuk trio, kuartet, atau kuintet alat musik sampai dengan bentuk ensambel terbatas sifat penyajian musik seperti ini tidak jauh berbeda dari penyajian musik sebelumnya, yakni terkesan formal dan penonton harus benar-benar disiplin.
3. Penyajian musik orkestra yang dihadiri oleh penikmat yang jumlahnya jauh lebih besar
Penyajian musik orkestra ini, meskipun masih memiliki sifat formal dan disiplin tinggi, namun dihadiri oleh jumlah penonton yang jauh lebih besar daridapa penyajian musik lainnya. Bentuk-bentuk orkestra besar seperti orkes pilharmoni, orkes simfoni, dan sejenisnya. Untuk menampilkan bentuk penyajian musik seperti ini diperlukan ruang yang cukup besar serta tata akustik gedung yang sangat baik.
4. Penyajian musik elektrik
Penyajian musik elektrik, yakni penyajian kelompok musik dengan menggunakan perlengkapan atau alat-alat musik elektrik berkekuatan tinggi. Penyajian musik elektrik berkekuatan tinggi ini sangat berbeda dari penyajian musik sebelumnya yang ditampilkan di dalam ruang tertutup, penyajian jenis musik dapat dilakukan di udara terbuka dengan jumlah penonton yang bisa mencapai ribuan orang. Penyajian dan kelompok-kelompok band ternama pada umumnya menggunakan bentuk penyajian musik seperti ini. Sifat dari penyajian musik ini tidak formal dan penonton boleh saja berteriak-teriak atau ikut menyanyi bersama penyanyi yang sedang tampil di atas pentas.


C. Persiapan Pertunjukan Musik
Proses akhir dari pembelajaran seni adalah penyajian karya seni, baik secara perseorangan ataupun kelompok. Setelah anda mengikuti rangkaian pembelajaran teori dan apresiasi seni musik, anda diharuska menampilkan karya musik. Proses penampilan karya musik ini tentu saja harus melalui rangkaian kegiatan yang terorganisasi sehingga proses penampilan musik bisa baik dan terarah. Kegiatan yang harus dilakukan untuk mempersiapkan sebuah pementasan musik meliputi kegiatan pengorganisasian pertunjukan, pemilihan dan penyusunan karya musik yang akan ditampilkan, latihan-latihan memainkan musik secara bersama, melaksanakan pertunjukan musik, dan akhirnya evaluasi kegiatan pertunjukan.
Menyajikan karya musik merupakan hal yang pada umumnya ditunggu setelah melaksanakan proses belajar. Sebagian besar orang ingin menampilkan hasil belajarnya tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan pementasan. Dalam pikiran mereka biasanya terbanyang penampilan seperti layaknya penyanyi atau pemusik terkenal ketika beraksi di hadapan publiknya. Hal tersebut tidak dapat sepenuhnya disalahkan karena selayaknya seperti itulah proses penampilan musik. Hal-hal yang menentukan keberhasilan sebuah pementasan musik diantaranya kemampuan teknis, seorang pemusik dituntut pula untuk mampu berkomunikasi dengan publiknya, baik secara verbal (dengan ucapan dan kalimat-kalimat biasa) maupun secara nonverbal melalui karya musik yang dimainkannya. Kemampuan berkomunikasi ini tidak lantas muncul begitu saja dalam diri pemusik, ia harus mempersiapkan dirinya terlebih dahulu dari berbagai aspek, seperti bagaimana ia bersikap pada saat memaikan atau penampilan karya musik, bepakaian, memasuki pentas, berjalan di atas pentas, memperlakukan alat-alat musik, mengatasi rasa gugup ketika berhadapan dengan publik, dan sebagainya. Hal-hal tersebut sudah seharusnya dilatih secara cermat oleh setiap pemusik dan penyanyi.

D. Proses Pesiapan Pertunjukan Musik Berdasarkan Jenis Lagu, Urutan, dan Durasi Waktu
Suatu pertujukan seni musik biasanya kompleks, banyak resiko, penuh ketidakpastian. Semakin besar kegiatan, semakin kompleks, dan semakin besar ketidakpastianya. Agar harapan atau sasaran suatu pertunjukan musik tercapai, maka mau tidak mau harus melakukan persiapan atau perencanaan.
Apabila pertunjukan musik bertujuan meningkatkan apresiasi penonton terhadap musik, maka sasaran mutu dan kualitas lagu harus dapat membuat sejumlah penonton ingin menonton kembali.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam menyusun lagu adalah sebagi berikut:
1.    Memahami tema acara pertunjukan musik.
2.    Memahami maksud dan tujuan tema acara pertunjukan musik.
3.    Memahami sasaran penonton/penikmat musik.
4.    Pemilihan lagu-lagu disesuaikan dengan tema acara pertunjukan musik.
5.    Memperhitungkan durasi per lagu (± 4-5 menit)
6.    Struktur urutan lagu disesuaikan dengan tema acara pertunjukan musik (intensitas rendah, sedang, tinggi).

DOWNLOAD FILE PENYAJIAN KARYA MUSIK
File Doc
File PowerPoin

Salam Wahid Irayuda
Fkip Untan Prodi Seni Pontianak


http://keyboardis-universal.blogspot.com/

Saturday, April 11, 2015

MUSIK KERONCONG



Keroncong adalah merupakan salah satu musik rakyat Indonesia yang berkembang sejak Abad XIX, dibagi dalam 3 masa perkembangan: KERONCONG TEMPO DOELOE (1880-1920), KERONCONG ABADI (1920-1960), dan KERONCONG MODERN (1960-sekarang).
Keroncong adalah sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Sejarah keroncong di Indonesia dapat ditarik hingga akhir abad ke-16,di saat kekuatan Portugis mulai melemah di Nusantara. Keroncong berawal dari musik yang dimainkan para budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku. Bentuk awal musik ini disebut moresco, yang diiringi oleh alat musik dawai.Dalamperkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya.Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.


Sejarah Keroncong dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu KERONCONG TEMPO DOELOE; KERONCONG ABADI; dan KERONCONG MODERN.
KERONCONG TEMPO DOELOE (1880-1920) berlangsung sejak kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia sekitar tahun 1600-an tetapi baru berkembang sebagai Musik Keroncong pada akhir Abad XIX (ditemukan Ukulele di Hawai pada tahun 1879[1] hingga sekitar setelah Perang Dunia I (sekitar 1920). Pada waktu itu disebut dengan lagu-lagu STAMBOEL: Stamboel I, Stamboel II, dan Stamboel III dengan standar lagu panjang 16 birama.
*Contoh lagu Stb I POTONG PADI, Stb I NINA BOBO, Stb I SOLERAM,
*contoh lagu Stb II JALI-JALI, Stb II SI JAMPANG,
*contoh lagu Stb III KEMAYORAN (hanya ini yang ada).

Masa ini Keroncong berkembang sejak dari desa Toegoe (Cilincing Jakarta sekarang), kemudian hijrah ke Kemayoran dan Gambir, sehingga tidak heran kalau cengkok dan irama menjadi cepat dan lincah. Banyak kelompok musik pada masa ini (seperti Lief Indie) yang memainkan lagu stamboel selain komedi stamboel itu sendiri.


KERONCONG ABADI (1920 – 1959) berlangsung sejak setelah Perang Dunia I (1920) hingga setelah Kemerdekaan (1959). Pada waktu hotel-hotel di Indonesia dibangun seperti Hotel Savoy Homan dan Hotel Preanger di Bandung, jaringan Grand Hotel di Cirebon, Yogyakarta, Sala, Madiun, Malang, dsb., di mana pada hotel-hotel tersebut diadakan musik dansa, maka lagu Keroncong mengikuti musik dansa asal Amerika, terutama dengan panjang 32 birama (Chorus: Verse-Verse-Bridge-Verse atau A-A-B-A). Pada masa ini dikenal dengan 3 jenis KERONCONG, yaitu: Langgam Keroncong, Stambul keroncong, dan Keroncong Asli. Contoh lagu Lg BANGAWAN SALA, Lg TIRTONADI, Lg DI BAWAH SINAR BULAN PURNAMA, Lg SALA DI WAKTU MALAM; Stb RINDU MALAM, Stb JAUH DI MATA, Stb DEWA-DEWI; Kr PURBAKALA, Kr SAPULIDI, Kr MORESKO. Pada waktu itu juga lahir Langgam Jawa: YEN ING TAWANG (1935). Pada perjalanan juga menjadi terkenal oleh penyanyi WALJINAH (1963). Pada masa ini Keroncong berpindah ke SALA, sehingga dengan irama yang lebih lambat dan lemah gemulai. Pada Pekan Raya (Yaar Beurs) di Sala penyanyi legendaris adalah Miss Any Landauw dan Abdullah, sedangkan pemain biola legendaris asal Betawi adalah M. Sagi.


KERONCONG MODERN (1959-sekarang). Pada tahun 1959 Yayasan Tetap Segar Jakarta pimpinan Brijen Sofyar memperkenalkan KERONCONG POP atau KERONCONG BEAT, yaitu sejalan dengan perkembangan musik pop pada waktu itu dengan pengaruh ROCK ‘n ROLL dan BEATLES. Lagu-lagu Indonesia, Daerah maupun Barat diiringi dengan Keroncong Beat. Misalnya NA SO NANG DA HITO (Batak), AYAM DEN LAPEH (Padang), PILEULEUYAN (Sunda), dsb, Pada tahun sekitar 1968 di daerah Gunung Kidul Yogyakarta musisi Manthous memperkenalkan apa yang disebut CAMPURSARI, yaitu keroncong dengan gamelan dan kendang. Selain itu juga dipakai instrumen elektronik seperti bass guitar, electric bass, organ, sampai juga dengan saxophon dan trompet. Musisi yang gencar memainkan Campursari adalah Didi Kempot: Stasiun Balapan, Tanjung Emas, Terminal Tirtonadi, dsb.

Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola, ukulelel, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Pem-“pribumi”-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti
sitar India
rebab
suling bambu
gendang, kenong, dan saron sebagai satu set gamelan
gong.

Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup
ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E;
ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F);
gitar akustik (Ukulele dan Gitar menggatikan Sitar);
biola (menggantikan Rebab);
flut (mengantikan Suling Bambu);
selo;
kontrabas (menggantikan Gong)[2]
Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar dan selo mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen. Flut mengisi hiasan, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.
Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong.
Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.


Dahulu sebelum Perang Dunia I (1910), musik keroncong dikenal dengan nama STAMBUL, diambil dari KOMEDI STAMBUL KELILING yang menyuguhkan lagu2 keroncong.
Ciri dari Lagu Stambul adalah panjang 16 birama. Catatan: banyak orang menyebut Keroncong Kemayoran, yang sebenarnya Stambul III Kemayoran
Setelah Perang Dunia I (1910) dengan adanya inflitrasi lagu pop (akibat adanya pembangunan hotel-hotel di Indonesia tahun 1920-an seperti Hotel Savoy di Bandung, di mana hotel tersebut sering mengadakan musik dansa, sehingga musik keroncong saat itu juga dipengaruhi oleh lagu2 pop barat dg struktur panjang 32-birama: A-A-B-A), maka dikenal:
– LANGGAM KERONCONG (32 birama), misalnya: Lg Bengawan Sala, Lg Di Bawah Sinar Bulan Purnama, dlsb. – STAMBUL KERONCONG (16 birama x 2 = 32 birama), misalnya St Jauh Di Mata, St Dewa Dewi . dlsb. – KERONCONG ASLI (32 birama dg PRELUDE sebanyak 4 birama dan INTERLUDE sebanyak 4 birama), misalnya Kr Sapu Lidi, Kr Purbakala, dlsb.
Ciri dari Lagu Keroncong ini adalah panjang 32 birama.
Ada perbedaan Lagu STAMBUL dengan Lagu KERONCONG; yang pertama dengan PANTUN, sedangkan yang kedua dengan SYAIR.
Keroncong asli memiliki bentuk lagu A – B – C. Lagu terdiri atas 8 baris, 8 baris x 4 birama = 32 birama, di mana dibuka dengan PRELUDE 4 birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi INTERLUDE standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga.
Keroncong asli terkadang juga diawali oleh prospel terlebih dahulu. Prospel adalah seperti intro yang mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan oleh alat musik melodi seperti seruling/flut, biola, atau gitar.

Langgam Keroncong
Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A – A – B – A dengan pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A – Verse A – Bridge B – Verse A, panjang 32 birama. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Penyanyi serba bisa Hetty Koes Endang misalnya, dia sering merekam lagu-lagu non keroncong dan langgam menggunakan irama yang sama, dan kebanyakan tetap dinamakan langgam.
Bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal sebagai langgam Jawa, yang berbeda dari langgam yang dimaksud di sini. Langgam Jawa yang pertama adalah Yen Ing Tawang (Tawang suatu desa di Magetan) ciptaan Anjar Any (1935). Langgam Jawa memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain siter, kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya bawa atau suluk berupa introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh. Tahun 1980 Langgam Jawa berkembang menjadi Campursari.

Stambul Keroncong
Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama Komedi stambul. Nama “stambul” diambil dari Istambul di Turki.
Stambul memiliki tiga tipe progresi akord yang masing-masing disebut sebagai Stambul I, Stambul II dan Stambul III.
Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak Gesang. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah Bengawan Solo. Lantaran pengabdiannya itulah, oleh Gesang dijuluki “Buaya Keroncong” oleh insan keroncong Indonesia,sebutan untuk pakar musik keroncong.

Apresiasi Musik Nusantara




A.   Pengertian Musik Nusantara
 Musik Nusantara adalah seluruh musik yang berkembang di Nusantara ini, yang menunjukkan atau menonjolkan ciri keindonesiaan, baik dalam bahasa maupun gaya melodinya. Musik Nusantara terdiri dari musik tradisi daerah, musik keroncong, musik dangdut, musik langgam, musik gambus, musik perjuangan, dan musik pop.

B.   Sejarah Musik Nusantara

Terdapat tahapan- tahapan perkembangan musik Indonesia (nusantara). tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

Masa sebelum masuknya pengaruh Hindu- Buddha
Pada masa ini, musik dipakai sebagai bagian dari kegiatan ritual masyarakat. Dalam beberapa kelompok, bunyi- bunyian yang dihasilkan oleh anggota badan atau alat tertentu diyakini memiliki kekuatan magis. Instrumen atau alat musik yang digunakan umumnya berasal dari alam sekitarnya.

Masa setelah masuknya pengaruh Hindu- Buddha
 Pada masa ini, berkembanglah musik- musik istana (khususnya di Jawa). saat itu, musik tidak hanya dipakai sebagai bagian ritual saja, tetapi juga dalam kegiatan- kegiatan keistanaan (sebagai sarana hiburan para tamu raja). Musik istana yang berkembang adalah musik gamelan. Musik gamelan  terdiri dari 5 kelompok, yaitu kelompok balungan, kelompok blimbingan, kelompok pencon, kelompok kendang,dan kelompok pelengkap.

Masa setelah masuknya pengaruh Islam
Selain berdagang dan menyebarkan agama islam, para pedagang arab juga memperkenalkan musik mereka. Alat musik mereka berupa gambus & rebana. dari proses itulah muncul orkes- orkes gambus di nusantara (Indonesia) hingga saat ini.

Masa Kolonialisme
Masuknya bangsa Barat ke Indonesia juga membawa pengaruh besar dalam perkembangan musik Indonesia. Para pendatang ini memperkenalkan berbagai alat musik dari negeri mereka, misalnya biola, selo (cello), gitar, seruling (flute), dan ukulele. Mereka pun membawa sistem solmisasi dalam berbagai karya lagu. Itulah masa- masa perkembangan musik modern Indonesia. Saat itu,para musisi Indonesia menciptakan sajian musik yang merupakan perpaduan musik barat  dan musik Indonesia . Sajian musik itu dikenal sebagai musik keroncong.

Masa Kini
Seiring dengan masuknya media elektronik ke Indonesia,masukpula berbagai jenis musik barat, seperti pop, jazz, blues, rock, dan R&B. demikian pula dengan musik- musik negeri India yang banyak dibawa melalui film- filmnya. Dari perkembangan ini, terjadi perpaduan antara musik asing dengan musik Indonesia. Musik India mengalami perpaduan dengan musik melayu sehingga menghasilkan jenis musik dangdut. Maka, muncul pula berbagai musisi Indonesia yang beraliran pop, jazz, blues, rock, dan R&B. Berkembang pula jenis musik yang memadukan unsur kedaerahan Indonesia dengan unsur musik barat, terutama alat- alat musiknya. Jenis musik ini sering disebut musik etnis.

C.   Fungsi Musik Nusantara

Secara umum, fungsi musik bagi masyarakat Indonesia antara lain sebagai sarana atau media upacara ritual, media hiburan, media ekspresi diri, media komunikasi, pengiring tari, dan sarana ekonomi.

Sarana upacara budaya (ritual)
Musik di Indonesia, biasanya berkaitan erat dengan upacara- upacara kematian, perkawinan, kelahiran, serta upacara keagamaan dan kenegaraan. Di beberapa daerah, bunyi yang dihasilkan oleh instrumen atau alat tertentu diyakini memiliki kekuatan magis. Oleh karena itu, instrumen seperti itu dipakai sebagai sarana kegiatan adat masyarakat.

Sarana Hiburan
Dalam hal ini, musik merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan akibat rutinitas harian, serta sebagai sarana rekreasi dan ajang pertemuan dengan warga lainnya. Umumnya masyarakat Indonesia sangat antusias dalam menonton pagelaran musik. Jika ada perunjukan musik di daerah mereka, mereka akan berbondong- bondongmendatangi tempat pertunjukan untuk menonton.

Sarana Ekspresi Diri
Bagi para seniman (baik pencipta lagu maupun pemain musik), musik adalah media untuk mengekspresikan diri mereka. Melalui musik, mereka mengaktualisasikan potensi dirinya. Melalui musik pula, mereka mengungkapkan perasaan, pikiran, gagasan, dan cita- cita tentang diri, masyarakat, Tuhan, dan dunia.

Sarana Komunikasi
Di beberapa tempat di Indonesia, bunyi- bunyi tertentu yang memiliki arti tertentu bagi anggota kelompok masyarakatnya. Umumnya, bunyi- bunyian itu memiliki  pola ritme tertentu, dan menjadi tanda bagi anggota masyarakatnya atas suatu peristiwa atau kegiatan. Alat yang umum digunakan dalam masyarakat Indonesia adalah kentongan, bedug di masjid, dan lonceng di gereja.

Pengiring Tarian
Di berbagai daerah di Indonesia, bunyi- bunyian atau musik diciptakan oleh masyarakat untuk mengiringi tarian- tarian daerah. Oleh sebab itu, kebanyakan tarian daerah di Indonesia hanya bisa diiringi olehmusik daerahnya sendiri. Selain musik daerah, musik- musik pop dan dangdut juga dipakai untuk mengiringi tarian- tarian modern, seperti dansa, poco- poco, dan sebagainya.
 
Sarana Ekonomi
Bagi para musisi dan artis professional, musik tidak hanya sekadar berfungsi sebagai media ekspresi  dan aktualisasi diri. Musik juga merupakan sumber  penghasilan. Mereka merekam hasil karya mereka dalam bentuk pita kaset dan cakram padat (Compact Disk/CD) serta menjualnya ke pasaran. Dari hasil penjualannya ini mereka mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain dalam media kaset dan CD. Para musisi juga melakukan pertunjukan yang dipungut biaya. Pertunjukan tidak hanya dilakukan di suatu tempat, tetapi juga bisa dilakukan di daerah- daerah lain di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

D.   Ragam Musik Nusantara

Ragam musik di Indonesia dapat dibedakan atas musik tradisi, musik keroncong, musik dangdut, musik perjuangan, dan musik pop.

Musik Daerah/Tradisional
Musik daerah atau musik tradisional adalah musik yang lahir dan berkembang di daerah- daerah di seluruh Indonesia. Ciri khas pada jenis musik ini teletak pada isi lagu dan instrumen (alat musiknya). Musik tradisi memiliki karakteristik khas, yakni syair  dan melodinya menggunakan bahasa dan gaya daerah setempat. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang terbentang dari Papua hingga Aceh. Dari sekian banyaknya pulau beserta dengan masyarakatnya  tersebut lahir, tumbuh dan berkembang.  Seni tradisi yang merupakan identitas, jati diri, media ekspresi dari masyarakat pendukungnya.

Hampir diseluruh wilayah Indonesia mempunyai seni musik tradisional yang khas. Keunikan tersebut bisa dilihat dari teknik permainannya, penyajiannya maupun bentuk/organologi instrumen musiknya. Hampir seluruh seni tradisional Indonesia mempunyai semangat kolektivitas yang tinggi sehingga dapat dikenali karakter khas orang/masyarakat Indonesia, yaitu ramah dan sopan.  Namun berhubung dengan perjalanan waktu dan semakin ditinggalkanya spirit dari seni tradisi  tersebut, karekter kita semakin berubah dari sifat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan menjadi individual/egoistis. begitu banyaknya seni tradisi yang dimiliki bangsa Indonesia, maka untuk lebih mudah mengenalinya dapat di golongkan menjadi beberapa kelompok yaitu alat musik/instrumen perkusi, petik dan gesek.

I. Instrumen Musik Perkusi.
Perkusi adalah sebutan bagi semua instrumen musik yang teknik permainannya di pukul, baik menggunakan tangan maupun stik. Dalam hal ini beberapa instrumen musik yang tergolong dalam alat musik perkusi adalah, Gamelan, Arumba, Kendang, kolintang, tifa, talempong, rebana, bedug, jimbe dan lain sebagainya.

Gamelan adalah alat musik yang terbuat dari bahan logam. Gamelan berasal dari daerah Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur juga di Jawa Barat yang biasa disebut dengan Degung dan di Bali (Gamelan Bali).  Satu perangkat gamelan terdiri dari  instrumen saron, demung, gong, kenong, slenthem, bonang dan beberapa instrumen lainnya. Gamelan mempunyai nada pentatonis/pentatonic.

Talempong adalah seni musik tradisi dari Minangkabau/Sumatera Barat. Talempong adalah alat musik bernada diatonis (do, re, mi, fa, sol, la, ti, do)

Kolintang atau kulintang berasal dari daerah Minahasa/ Sulawesi Utara. Kolintang mempunyai tangga nada diatonis/diatonic yang semua instrumennya terdiri dari bas, melodis dan ritmis. Bahan dasar untuk membuat kulintang adalah   kayu. Cara untuk memainkan alat musik ini di pukul dengan menggunakan stik.

Arumba  (alunan rumpun bambu) berasal dari daerah Jawa Barat. Arumba adalah alat musik yang terbuat dari bhan bambu yang di mainkan dengan melodis dan ritmis. Pada awalnya arumba menggunakan tangga nada pentatonis namun dalam perkembangannya menggunakan tangga nada diatonis.

Kendang adalah sejenis alat musik perkusi yang membrannya berasal dari kulit hewan. Kendang atau gendang dapat dijumpai di banyak wilayah Indonesia. Di Jawa barat kendang mempunyai peraanan penting dalam tarian Jaipong. Di Jawa Tengah, Bali, DI Yogyakarta, Jawa timur kendang selalu digunakan dalam permainan gamelan baik untuk mengiringi, tari, wayang, ketoprak.  Tifa adalah alat musik sejenis kendang yang dapat di jumpai di daerah Papua, Maluku dan Nias. Rebana adalah jenis gendang yang ukuran bervariasai dari yang kecil hingga besar. Rebana adalah alat musik yang biasa di gunakan dalam kesenian yang bernafaskan Islam. Rebana dapat di jumpai hampir di sebagian wilayah Indonesia.

II. Instrumen Musik Petik 
Kecapi adalah alat musik petik yang berasal dari daerah Jawa Barat. Bentuk organologi kecapi adalah sebuah kotak kayu yang diatasnya berjajar dawai/senar, kotak kayu tersebut berguna sebagai resonatornya. Alat musik yang menyerupai Kecapi adalah siter dari daerah Jawa tengah.

Sasando adalah alat musik petik berasal dari daerah Nusa tenggara timur (Timor) kecapi ini terbuat dari bambu dengan diberi dawai/senar sedangkan untuk resonasinya di buat dari anyaman daun lontar yang mempunyai bentuk setengah bulatan.

Sampek (sampe/sapek) adalah alat musik yang bentuknya menyerupai gitar berasal dari daerah kalimantan. Alat musik ini terbuat dari bahan kayu yang di penuhi dengan ornamen/ukiran yang indah. Alat musik petik lainnya yang bentuknya menyerupai sampek adalah Hapetan daerah Tapanuli, Jungga dari daerah Sulawesi Selatan.

III. Instrumen Musik Gesek.
Instrumen musik tradisional yang menggunakan teknik permainan digesek adalah Rebab. Rebab berasal dari daerah Jawa barat, Jawa Tengah, Jakarta (kesenian betawi). Rebabb terbuat dari bahan kayu dan resonatornya ditutup dengan kulit tipis, mempunyai dua buah senar/dawai dan mempunyai tangga nada pentatonis. Instrumen musik tradisional lainnya yang mempunyai bentuk seperti rebab adalah Ohyan yang resonatornya terbuat dari tempurung kelapa,  rebab jenis ini dapat dijumpai di bali, Jawa dan kalimantan selatan.

IV. Instrumen Musik Tiup
Suling adalah instrumen musik tiup yang terbuat dari bambu. hampir semua daerah di indonesia dapat dijumpai alat musik ini.  Saluang adalah alat musik tiup dari  Sumatera Barat,  serunai dapat dijumpai di sumatera utara, Kalimantan. Suling Lembang berasal dari daerah Toraja yang mempunyai panjang antara 40-100cm dengan garis tengah 2cm.

Tarompet, serompet, selompret adalah jenis alat musik tiup yang mempunyai 4-6 lubang nada dan bagian untuk meniupnya berbentuk corong. Seni musik tradisi yang menggunakan alat musik seperti ini adalah kesenian rakyat Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Papua.

Musik Keroncong
Secara umum, musik keroncong memiliki harmoni musik dan improvisasi yang sangat terbatas. Umumnya lagu- lagunya memiliki bentuk dan susunan yang sama. Syair- syairnya terdiri atas beberapa kalimat (umumnya 7 kalimat) yang diselingi dengan permainan alat musik.

Musik Dangdut
Musik dangdut merupakan hasil perpaduan antara musik India dengan musik Melayu, musik ini kemudian berkembang dan menampilkan cirinya yang khas dan berbeda dengan musik akarnya. Ciri khas musik ini terletak pada pukulan alat musik tabla (sejenis alat musik perkusi yang menghasilkan bunyi ndut). Selain itu, iramanya ringan, sehingga mendorong penyanyi dan pendengarnya untuk mengerakkan anggota badannya. Lagunya pun mudah dicerna, sehingga tidak susah untuk diterima masyarakat.

Musik Perjuangan
Musik ini lahir dari kondisi masyarakat Indonesia yang sedang terjajah oleh bangsa asing. Dengan menggunakan musik, para pejuang berusaha mengobarkan semangat persatuan untuk bangkit melawan penjajah. Syair- syair yang diciptakan pada masa itu, umumnya berisi ajakan untuk berjuang, ajakan untui berkorban demi tanah air, dan sebagainya. Irama musiknya pun dibuat cepat dan semangat, serta diakhiri dengan semarak.

Musik Populer (pop)
Musik ini memiliki ciri, antara lain penggunaan ritme yang terasa bebas dengan mengutamakan permainan drum dan gitar bas. Komposisi melodinyajuga mudah dicerna. Biasanya, para musisinya juga menambahkan variasi gaya yang beraneka ragam untuk menambah daya tarik dan penghayatan pendengar atau penontonnya. Musik pop dibedakan menjadi musik pop anak- anak dan musik pop dewasa.


Kesimpulan
Musik nusantara adalah seluruh musik yang berkembang di nusantara, yang menunjukkan cirri keindonesiaan. Musik memiliki fungsi sebagai sarana atau media ritual, media hiburan media ekspresi diri, media komunikasi, pengiring tari, dan sarana ekonomi. Ragam musik nusantara yang berkembang dapat dibedakan menjadi musik tradisi, musik keroncong, musik dangdut, musik perjuangan, dan musik pop.

Kumpulan Serial Number

HOME SECURITY 1. AVG INTERNET SECURITY 8MEH-R3VBQ-DC433-3FPOA-YK6TW-NEMBR-ACED 8MEH-RPTGT-KMOL7-EEEVR-KYX7C-LEMBR-ACED 8MEH-RF22Z-ANGGS-...