Khitbah Ta'aruf Bagi Siap Nikah - Pernikahan di dalam Islam merupakan sebuah ikatan cinta, ikatan yang akan menghalalkan yang haram dan menyatukan dua insan dan keluarga. Pernikahan adalah pintu menuju kebaikan dan keluarga yang bertebaran pada jalan-Nya, dan juga bagian dari keindahan yang Allah beri di dunia. Pernikahan adalah kebaikan, berkeluarga adalah kebaikan. Maka, suatu kebaikan yang diawali dengan pacaran ibarat orang berharap kebaikan, namun sudah memulainya dengan keburukan. It's not how life works.
Sama saja dengan interaksi-interaksi pranikah yang diajarkan Barat, semisal pertunangan. Islam tidak pernah mengenalnya. Islam memandang wanita itu suci dan makhluk terhormat, karenanya Islam merancang sebuah jenis interaksi yang tiada merugikan wanita atau lelaki yang telah sampai pada kemampuan dan kesiapan, lalu menginginkan untuk menikah. Rancangan itu ialah dengan proses khitbah (peminangan) dan ta'aruf (perkenalan).
Lelaki atau wanita yang sudah mampu dan siap membina rumah tangga, maka boleh bagi mereka menentukan calon yang mereka sukai, karena Allah pun telah membolehkannya.
"Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian senangi." (QS Al-Nisâ' [4]: 3)
Bila sudah mendapatkan yang disenangi, uang kita pun cenderung kepadanya, lanjutkan ke proses khitbah. Khitbah adalah sebuah pernyataan peminangan dari seorang lelaki kepada seorang wanita atau walinya, agar wanita itu bersedia menikahinya dan membina keluarga bersamanya. Hal ini berlaku juga sebaliknya dari wanita kepada lelaki.
Khitbah (peminangan) ini boleh dilakukan baik secara terang-terangan ataupun dengan cara sindiran, boleh dilakukan kepada wanitanya secara langsung ataupun langsung kepada walinya.
Allah menerangkan tentang khitbah ini melalui firman-Nya:
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam hatimu." (QS Al-Baqarah [2]: 235)
Di antara peristiwa khitbah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. adalah yang dilakukan oleh sahabat beliau, yakni Abdurrahman ibn Auf, yang mengkhitbah Ummu Hakim binti Qarizh.
Imam Al-Bukhari menuturkan sebagai berikut.
وقا ل عبد الر حمن بن عو ف ﻻ: ٲتجعلين ٲمرك إلئ؟ قالت: نعم فقال: فقد تزوجتك
"Abdurrahman ibn Auf berkata kepada Ummu Hakim binti Qarizh, "maukah kamu menyerahkan urusanmu kepadaku" Ia menjawab, "Baiklah!" Maka ia (Abdurrahman ibn Auf) berkata, "Kalau begitu, baiklah, kamu saya nikahi." (HR Al-Bukhari)
Abdurrahman ibn Auf dan Ummu Hakim merupakan sahabat Rasulullah SAW. Ketika itu, Ummu Hakim statusnya menjanda karena suaminya telah gugur dalam medan jihad fî sabilillâh. Kemudian, Abdurrahman ibn Auf datang kepadanya secara langsung untuk mengkhitbah sekaligus menikahinya.
Kejadian ini menunjukkan bahwa seorang lelaki boleh meminang secara langsung calon istrinya tanpa didampingi oleh orangtua atau walinya, dan Rasulullah SAW. tidak menegur Abdurrahman ibn Auf, yang berarti persetujuan Rasululah terhadap cara tersebut.
Bagi lelaki atau wanita yang mampu dan siap menikah dan telah mengkhitbah lawan jenisnya untuk menikah, diperbolehkan baginya melihatnya, sehingga timbul kecenderungan dalam dirinya untuk memantapkan niatnya menikah. Begitulah pengecualian Islam terhadap sesiapa yang sudah mampu dan siap menikah, lalu sudah mengkhitbah, yang tidak diperkenankan bagi selain mereka.
Simak juga sabda Rasulullah SAW. berikut.
”إذا خطب أحد كم المر أة فإن استطاع أن ينظر منها إلي ماعوه إلي نكاحها، فليفعل ”قال جابر : فخطبت جارية ، فكنت أتخبأ لها حتي رأيت منها ما دعانى إلى نكاحها ، ”فتزوجتها“
Rasulullah SAW. bersabda, "Jika salah seorang dari kalian meminang seorang wanita, bila ia melihat hal-hal yang menariknya untuk menikahinya, lakukanlah." Jabir kemudian berkata, "Aku melamar seorang wanita. Aku pun bersembunyi untuk melihat wanita itu hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya. Lalu aku pun menikahinya." (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim)
Al-Mughirah ibn Syu'bah pun pernah meminang seorang wanita, saat ia menceritakan kepada Rasulullah, beliau menyarankan,
Dalil-dalil tadi secara nyata menunjukkan bahwa diperbolehkan bagi lelaki dan wanita yang sudah terikat dalam khitbah untuk saling melihat apa yang membuat mereka cenderung satu sama lain. Hanya saja, yang boleh dilihat di sini bukanlah auratnya, tetapi terbatas hanya bagian-bagian tubuh yang boleh dilihat pada wanita, yaitu terbatas pada wajah dan telapak tangannya.
Perbuatan Jabir melihat wanita yang dilamarnya secara sembunyi-sembunyi juga menunjukkan bahwa melihat seorang yang telah dipinang hingga muncul padanya kecenderungan dan kemantapan hati itu boleh dilakukan dengan seizin atau tanpa izin wanita yang dilihat.
Begitulah Islam membolehkan melihat wanita yang dipinang, agar mantap untuk menikah. Bila setelah melihat tidak terdapat kemantapan hati, khitbah bisa saja dibatalkan dan tiada pihak yang dirugikan sama sekali.
Boleh saja untuk menolak saat dipinang bila ia meminang tidak disukai atau tidak memenuhi syarat yang diinginkan oleh yang dipinang. Semua itu sah-sah saja di dalam Islam. Bila diterima khitbahnya, bisa disempurnakan khitbahnya dengan mendatangi walinya. Seorang lelaki yang mampu dan siap menikah, lalu serius dengan niatnya, maka sudah seharusnya ia bukan hanya mengkhitbah wanita yang ia inginkan, tetapi juga mendatangi wali wanita yang ia ingin nikahi.
sumber: http://inremajaislami.blogspot.com
انظر إليها، فإنه أحرى أن يود م بينكما
"Lihatlah wanita tersebut sebab hal itu lebih patut untuk mengekalkan (memantapkan) cinta kasih antara kalian berdua." (HR Al-Tirmidzi, Al-Nasa'i, dan Ibn Majah)Dalil-dalil tadi secara nyata menunjukkan bahwa diperbolehkan bagi lelaki dan wanita yang sudah terikat dalam khitbah untuk saling melihat apa yang membuat mereka cenderung satu sama lain. Hanya saja, yang boleh dilihat di sini bukanlah auratnya, tetapi terbatas hanya bagian-bagian tubuh yang boleh dilihat pada wanita, yaitu terbatas pada wajah dan telapak tangannya.
Perbuatan Jabir melihat wanita yang dilamarnya secara sembunyi-sembunyi juga menunjukkan bahwa melihat seorang yang telah dipinang hingga muncul padanya kecenderungan dan kemantapan hati itu boleh dilakukan dengan seizin atau tanpa izin wanita yang dilihat.
Begitulah Islam membolehkan melihat wanita yang dipinang, agar mantap untuk menikah. Bila setelah melihat tidak terdapat kemantapan hati, khitbah bisa saja dibatalkan dan tiada pihak yang dirugikan sama sekali.
Boleh saja untuk menolak saat dipinang bila ia meminang tidak disukai atau tidak memenuhi syarat yang diinginkan oleh yang dipinang. Semua itu sah-sah saja di dalam Islam. Bila diterima khitbahnya, bisa disempurnakan khitbahnya dengan mendatangi walinya. Seorang lelaki yang mampu dan siap menikah, lalu serius dengan niatnya, maka sudah seharusnya ia bukan hanya mengkhitbah wanita yang ia inginkan, tetapi juga mendatangi wali wanita yang ia ingin nikahi.
sumber: http://inremajaislami.blogspot.com
No comments:
Post a Comment